Powered By Blogger

Selasa, 14 April 2009

kebutuhan eliminasi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Eliminasi materi smpah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hamper semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat.
Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam. Eliminasi urin secara normal bergantung pada pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah ; jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran sampah yang padat melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan.
Tujuan :
• Untuk mengetahui konsep eliminasi sampah dan metabolisme tubuh
• Untuk mengetahui fisiologi proses eliminasi dalam tubuh
• Untuk mengetahui gangguan eliminasi urine dalam tubuh
• Untuk mengetahui masalah dalam eliminasi fecal
• Untuk mangetahui proses keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada proses eliminasi.






BAB I
KONSEP ELIMINASI SAMPAH DAN METABOLISME TUBUH
I. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine.
a. Miksi (berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua
Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
b. Refleks Berkemih
Kita dapat mengetahui selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “ Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari :
Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif
Periode tekanan dipertahankan dan
Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi makin kuat.

II. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi fecal
Susunan feses terdiri dari :
• Bakteri yang umumnya sudah mati
• Lepasan epitelium dari usus
• Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
• Garam terutama kalsium fosfat
• Sedikit zat besi dari selulosa
• Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal
• Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control
• Diet
• Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
• Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
• Faktor psikologik
• Kebiasaan
• Posisi
• Nyeri
• Kehamilan : menekan rectum
• Operasi & anestesi
• Obat-obatan
• Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
• Kondisi patologis
• Iritan












BAB II
FISIOLOGI PROSES ELIMINASI DALAM TUBUH
Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
• Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
• Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya steril. 
• Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
• Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra. 
Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
Transpor Urin dari Ginjal melalui Ureter dan masuk ke dalam Kandung Kemih
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.

Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.

Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
2. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
3. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
4. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
o Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
o Jejenum atau bagian tengah dan
o Ileum
5. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir dari :
• Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
• Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
• Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam empedu.
Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
6. Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal (volunter)
Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
• Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
• Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses

 
BAB III
GANGGUAN ELIMINASI URINE

Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum. Salah satu yang tersering ialah gangguan urine.
Gangguan eliminasi urine kemungkinan disebabkan : (Supratman. 2003)
• Inkopenten outlet kandung kemih;
• Penurunan kapasitas kandung kemih;
• Penurunan tonus otot kandung kemih;
• Kelemahan otot dasar panggul.
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
1. Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
 Operasi pada daerah abdomen bawah.
 Kerusakan ateren
 Penyumbatan spinkter.
Tanda-tanda retensi urine :
 Ketidak nyamanan daerah pubis.
 Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
 Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
 Meningkatnya keinginan berkemih.
 Enuresis
2. Tinusis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :
• Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
• Kandung kemih yang irritable
• Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
• ISK atau perubahan fisik atau revolusi.

3. Inkontinensis
Inkontinesia Urine ialah bak yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensis
1. Inkontinensis Fungsional/urge
Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih.
Faktor Penyebab:
• Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
• Penurunan tonur kandung kemih
• Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
• Lingkungan
• Lanjut usia.

2. Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab
• Inkomplet outlet kandung kemih
• Tingginya tekanan infra abdomen
• Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
• Lanjut usia.
3. Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab
• Penurunan Kapasitas kandung kemih.
• Penurunan isyarat kandung kemih
• Efek pembedahan spinkter kandung kemih
• Penurunan tonus kandung kemih
• Kelemahan otot dasar panggul.
• Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
• Perubahan pola
• Frekuensi
Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
• Urgency
Perasaan seseorang harus berkemih.
• Disaria
Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
• Urinari Suprei
Keadaan yang mendesak dimana produksi urine sangat kurang.






BAB IV
MASALAH ELIMINASI FECAL
Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya :
• Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
• Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
• Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
• Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
• Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
• Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. 
• Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
Diare
Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan buang air besar (BAB).
Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.
Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.





BAB V
PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI GANGGUAN ELIMINASI

Pengkajian
1. Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
2. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
3. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
4. Usia Jumlah / hari
• Hari pertama & kedua dari kehidupan 15–60 ml
• Hari ketiga–kesepuluh dari kehidupan 100–300 ml
• Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250–400 ml
• Dua bulan–1 tahun kehidupan 400–500 ml
• 1–3 tahun 500–600 ml
• 3–5 tahun 600–700 ml
• 5–8 tahun 700–1000 ml
• 8–14 tahun 800–1400 ml
• 14 tahun-dewasa 1500 ml
• Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
Pengkajian fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat memperoleh data untuk menentukan keberadaan dan tingkat keparahan masalah eliminasi urin. Organ utama yang ditinjau kembali meliputi kulit, ginjal, kandung kemih dan uretra

Diagnosa Keperawatan
• Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan enuresis
• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
• Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria
• Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
• Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
• Isolasi sosial berhubungan dengan inkontensi
• Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
• Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary akibat proses penyakit
• Gangguan body image berhubungan dengan pemasangan urinary diversi ostomy
• Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterampilan pemasangan diversi urinary ostomy
Perencanaan & Intervensi

Tujuan :
• Memberikan intake cairan secara tepat
Intake cairan secara tepat, pasien dengan masalah perkemihan yang sering intake jumlah cairan setiap hari ditentukan dokter. Pasien dengan infeksi perkemihan, cairannya sering ditingkatkan. Pasien dengan edema cairannya dibatasi.
• Memastikan keseimbangan intake dan output cairan
Mengukur intake dan output cairan. Jumlah caiaran yang masuk dan keluar dalam setiap hari harus diukur, untuk mengetahui kesimbangan cairan.
• Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
• Membantu mempertahankan secara normal berkemih.
• Mencegah kerusakan kulit
• Membantu pasien mempertahankan posisi normal untuk berkemih
Memberikan kebebasan untuk pasien
• Mencegah infeksi saluran kemih
• Memberikan bantuan pada saat pasien pertama kali merasa ingin buang air kecil Jika menggunakan bedpan atau urinal yakin itu dalam keadaan hangat.
• Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
• Bila pasien menggunakan bedpan, tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan posisi fowler dan letakkan bantal kecil dibawah leher untuk meningkatkan support dan kenyamanan fisik (prosedur membantu memberi pispot/urinal)
• Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem.
Tindakan secara umum
• Tuangkan air hangat dalam perineum
• Mengalirkan air keran dalam jarak yang kedengaran pasien
• Memberikan obat-obatan yang diperlukan untuk mengurangi nyeri dan membantu relaks otot
• Letakkan secara hati-hati tekan kebawah diatas kandung kemih pada waktu berkemih
• Menenangkan pasien dan menghilangkan sesuatu yang dapat menimbulkan kecemasan.
Tindakan hygienis
• Untuk mempertahankan kebersihan di daerah genital
Tujuannya untuk memberikan rasa nyaman dan mencegah infeksi
Tindakan spesifik masalah-masalah perkemihan
• Retensi urin
Membantu dalam mempertahankan pola berkemih secara normal
Jika tejadi pada post operasi —- berikan analgetik
Kateterisasi urin


Inkontinensi
• Menetapkan rencana berkemih secara teratur dan menolong pasien mempertahankan itu
• Mengatur intake cairan, khususnya sebelum pasien istirahat, mengurangi kebutuhan berkemih
• Meningkatkan aktifitas fisik untuk meningkatkan tonus otot dan sirkulasi darah, selanjutnya menolong pasien mengontrol berkemih
• Merasa yakin bahwa toilet dan bedpan dalam jangkauannya
• Tindakan melindungi dengan menggunakan alas untuk mempertahankan laken agar tetap kering
• Untuk pasien yang mengalami kelemahan kandung kemih pengeluaran
• manual dengan tekanan kandung kemih diperlukan untuk mengeluarkan urine
• Untuk pasien pria yang dapat berjalan/berbaring ditempat tidur, inkontinensi tidak dikontrol dapat menggunakan kondom atau kateter penis.

Enuresis
Untuk enuresis yang kompleks, maka perlu dikaji komprehensif riwayat fisik dan psikologi, selain itu juga urinalisis (fisik, kimia atau pemeriksaan mikroskopis) untuk mengetahui penyebabnya. Mencegah agar tidak terjadi konflik kedua orang tua dan anak-anaknya Membatasi cairan sebelum tidur dan mengosongkan kandung kemih sebelum tidur / secara teratur.

Implementasi
1. Peningkatan kesehatan
• Penyuluhan klien tentang masalah eliminasi urin
• Meningkatkan perkemihan nirmal
• Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap
• Pencegahan infeksi
2. Perawatan akut
• Mempertahankan kebiasaan eliminasi 
• Obat-obatan
• Kateterisasi
• Pencegahan infeksi
3. Perawatan restorasi
• Menguatkan otot dasar panggul
• Bladder retraining
• Melatih kebiasaan
• Kateterisasi mandiri
• Mempertahankan integritas kulit
• Peningkatan rasa nyaman

Evaluasi
Untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan keperawatan, perawat mengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal dari intervensi keperawatan yang dilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih secara volumter tanpa mengalami gejala-gejala ( misalnya urgensi, disuria, atau sering berkemih). Urin yang keluar harus berwarna kekuningan, jernih, tidak mengandung unsure-unsur yang abnormal, dan memiliki ph serta berat jenis dalam rentang nilai yang normal. Klien harus mampu mengidentifikasi factor-faktor yang dapat mempengaruhi perkemihan normal. Perawat juga mengevaluasi intervensi khusus, yang dirancang untuk meningkatkan fungsi berkemih normal dan mencegah terjadinya komplikasi akibat perubahan pada system perkemihan.


KESIMPULAN
1. Konsep Eliminasi Sampah Dan Metabolisme Tubuh
• Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine :
Miksi (berkemih)
Refleks berkemih
• Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi fecal

• Susunan feses terdiri dari :
1. Bakteri yang umumnya sudah mati
2. Lepasan epitelium dari usus
3. Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
4. Garam terutama kalsium fosfat
5. Sedikit zat besi dari selulosa
6. Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)
• Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal
1. Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control Diet
2. Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
3. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
4. Faktor psikologik
5. Kebiasaan
6. Posisi
7. Nyeri
8. Kehamilan : menekan rectum
9. Operasi & anestesi
10. Obat-obatan
11. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
12. Kondisi patologis
13. Iritan
2. Fisiologi Proses Eliminasi Dalam Tubuh
1. Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan :
 Mulut
 Esofagus
 Lambung
 Usus kecil
 Usus besar (kolon)
 Anus / anal / orifisium eksternal
2. Anatomi Fisiologi Defekasi :
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
 Refleks defekasi instrinsik
 Refleks defekasi parasimpatis

3. Gangguan Eliminasi Urine
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
 Retensi
 Enuresis
 Inkontinensis
 Perubahan pola
4. Masalah Eliminasi Fecal
 Konstipasi
 Diare
 Inkontinensia fecal
 Flatulens
 Hemoroid
5. Proses keperawatan pada gangguan eliminasi
Pengkajian :
 Pola berkemih
 Frekuensi
 Volume
Diagnosa Keperawatan :
 Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan enuresis
 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
 Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria
 Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
 Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
 Isolasi sosial berhubungan dengan inkontensi
 Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
 Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary akibat proses penyakit
 Gangguan body image berhubungan dengan pemasangan urinary diversi ostomy
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterampilan pemasangan diversi urinary ostomy

Perencanaan & Intervensi
Tujuan :
 Memberikan intake cairan secara tepat
 Memastikan keseimbangan intake dan output cairan.
 Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
 Mencegah kerusakan kulit
 Mencegah infeksi saluran kemih
 Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
 Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem.
 Tindakan secara umum :
 Tuangkan air hangat dalam perineum
 Tindakan hygienis
 Tindakan spesifik masalah-masalah perkemihan :
Implementasi
 Peningkatan kesehatan
 Perawatan akut
 Perawatan restorasi
Evaluasi
Untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan keperawatan, perawat mengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal dari intervensi keperawatan yang dilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih secara volumter tanpa mengalami gejala-gejala ( misalnya urgensi, disuria, atau sering berkemih). Urin yang keluar harus berwarna kekuningan, jernih, tidak mengandung unsure-unsur yang abnormal, dan memiliki ph serta berat jenis dalam rentang nilai yang normal.










DAFTAR PUSTAKA
http://www.proses_pencernaan_makanan.html
http://www.siklus_alami_tubuh_dalam_proses_pencernaan_makanan.html
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar