Powered By Blogger

Selasa, 14 April 2009

konsep nyeri dan kenyamanan

PENDAHULUAN.


Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat megunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang. 
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan factor utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri.dokter hamper semata-mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri alas an yang paling sering diberikan oleh klien ditanya kenapa nerobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas diterima sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri “tanda vital kelima”, dan mengelompokkannya dengan tanda-tanda klasik suhu,nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
 
PEMBAHASAN

KENYAMANAN 

Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue (1989) menyatakan ‘melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dorongan dan bantuan bagi klien’. Dari pernyataan itu di dapat bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar klien untuk perawat agar dapat membantu tindakan keperwatan. Kenyamanan bersifat subjektif karena setiap individu memiliki fisiologis, social, spiritual dan kebudayaan yang berbeda sehingga mempengaruhi cara mereka untuk menginterprestasikan dan merasakan kenyamanan tersebut.
Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Suatu cara pandang yang holistic tentang keyamanan membantu dalam upaya mengidentifikasi 4 konteks, yaitu :
• Fisik → berhubungan dengan sensasi tubuh,
• Social → berhubungan engan interpersonal, keluarga dan social,
• Psikospiritual → berhubungan dengan berhubunga dengan kewaspaaan internal dalam diri sendiri, meliputi harga diri, seksualitas dan makna hidup,
• Lingkungan → berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperature, warna dan unsur alamiah.
Penilaian tentang konteks kenyamanan memberikan seorang perawat rentang pilihan yang lebih luas dalam mencari tindakan untuk menaggulangi nyeri.
 
NYERI
Pengertian

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari pada sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Selain itu nyeri juga bersifat tidak menyenangkan, sesuatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan. Stimulus nyeri dapat bersifat fisik dan/atau mental, dan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang. Nyeri melelahkan dan menuntut energi seseorang sehingga dapat mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri tidak dapat diukur secara objektif, seperti menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah. Walaupun tipe nyeri tertentu menimbulkan gejala yang dapat diprediksi, sering kali perawat mengkaji nyeri dari kata-kata, prilaku ataupun respons yang diberikan oleh klien.hanya klien yang tahu apakah terdapat nyeri dan seperti apa nyeri tersebut. Untuk membantu seorang klien dalam upaya menghilangkan nyeri maka perawat harus yakin dahulu bahwa nyeri itu memang ada.
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri , maka prilakunya akan berubah. Misalnya, seseorang yang kakinya terkilir pasti akan menghindari aktivitas mengangkat barang yang memberikan beban penuh pada kakinya untuk mencegah cedera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa telah terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri.
Nyeri mengarah pada ketidakmampuan. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit kronik degan nyeri yang merupakan gejala umum.

Klasifikasi nyeri
1. Menurut Tempat
a. Periferal Pain
• Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
• Deep Pain (Nyeri Dalam)  
• Reffered Pain (Nyeri Alihan) ; nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak dll
c. Psychogenic Pain
 Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
e. Radiating Pain
 Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.
  2. Menurut Sifat
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetap10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.
3. Menurut Berat Ringannya
a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

 4. Menurut Waktu Serangan
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986, The National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan nyeri menurut penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan Kronik Nonmalignan. 
Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan kroni
• Nyeri Akut
 Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala-gejala antara lain : respirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat, dan pallor. Nyeri akut terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau interfensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat). Fungsi nyeri akut adalah memberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut akhirnya akan hilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
 Klien yang mengalami nyeri akut merasa takut dan kuatir dan meraka berharap akan kembali pulih dengan cepat. Rangkaian waktu pada nyeri akut biasanya membuat anggota tim kesehatan berkeinginan untuk menangani nyeri dengan agresif. Konflik antar klien dan perawat akan muncul apabila perawat tidak mengatasi nyeri klien dengan segera. Nyeri akut berhenti dengan sendirinya sehingga klien mengetahui bahwa nyeri tersebut berakhir.
 Nyeri akut secara serius mengancam proses kesembuhan klien, harus menjadi prioritas perawatan. Misalnya, nyeri pasca operasi yang akut menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan resiko komplikasi akibat imobilasasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi akn bertambah lama jika nyeri akut tidak terkontrol. Kemajuan fisik dan psikologis tidak dapat terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena klien memfokuskan semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri. Upaya perawat dalam memberi pengajaran dan memotivasi klien untuk melakukan perawatan diri sering kali sia-sia. Setelah nyeri teratasi, maka klien dan tim perawat kesehatan dapat memberikan perhatian penuh pada upaya penymbuhan klien.
Batasan Karakteristik :
Subjektif : Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri dideskripsikan
Objektif : 
• Perilaku sangat berhati-hati
• Memusatkan diri
• Fokus perhatian rendah (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari hubungan sosial, gangguan proses fikir)
• Perilaku distraksi (mengerang, menangis dll)
• Raut wajah kesakitan (wajah kuyu, meringis)
• Perubahan tonus otot
• Respon autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi pernafasan).
• Nyeri Kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan. Klien yang mengalami nyeri kronik sering kali mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat nyeri kronik, yang tidak dapat diprediksi ini, membuat kien frustasi dan sering kali mengarah pada depresi psikologis. Klien yang mengalami nyeri kronik mengungkapkan lebih pernyataan diri negatif terkait nyeri dan memilki keyakinan lebih bahwa mereka tidak berdaya daripada klien yang sehat. Nyeri kronik merupakan penyebab utama dari ketidakmampuan fisik dan psikologis sehingga muncul masalah-masalah, seperti kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang sederhana, disfungsi seksual, dan isolasi social dari keluarga dan teman-teman.

 Batasan Karakteristik :
1. Mayor (Harus Terdapat)
• Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan
2. Minor (Mungkin Terdapat)
• Ketidaknyamanan
• Marah, frustasi, depresi karena situasi
• Raut wajah kesakitan
• Anoreksia, penurunan berat badan
• Insomnia
• Gerakan yang sangat berhati-hati
• Spasme otot
• Kemerahan, bengkak, panas
• Perubahan warna pada area terganggu
• Abnormalitas refleks.


Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

Usia 
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.



Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas jika laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)
Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
Ansietas
sCemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas
Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. 
Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
Dukungan keluarga dan social 
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologi yaitu, resepsi, persepsi dan reaksi. 
Resepsi 
Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang menyebabkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamine, bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi neural, yang ikaitkan dengan nyeri.
Tidak semua jaringan terdiri dari reseptor yang mentransmisikan tanda nyeri. Otak dan alveoli paru contohnya.apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri(tingkat intensitas stimulus minimum yang dibutuhkan untuk meningkatkan suatu impuls saraf), kemudian terjadilah neuron nyeri.
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri: serabut A-delta yang bermelienasi dan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi umber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut tersebut menghantarkan komponen suatu cedera akut dengan segera. Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus. Misalnya, setelah menginjak sebuah paku, seorang individu mula-mula akan merasakan suatu nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan hasil transmisi serabut A. dalam beberapa detik, nyeri menjadi lebih difus dan menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena persarafan serabut-C. serabut-C tetap terpapar pada bahan-bahan kimia, yang dilepaskan ketika sel mengalami kerusakan.
Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke thalamus dan otak tengah. Dari thalamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi, lobus frontalis dan system limbic. Ada sel-sel di dalam system limbic yang diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Demnag demikian system limbic berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setalah transmisi syaraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi saraf.
Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
Respon Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, atau dalam, dan secara tipikal melibatkan organ-organ visceral, system saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan inividu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatic yang berat, yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda fisik kembali normal. Dengan demikian, klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik.
Respon Perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini orang.
Gerakan tubuh yang khas an ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai.

Patofisiologi nyeri
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimia yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf. 
Ada tiga tingkatan tempat informasi saraf yang dapat dimodifikasi sebagai respon terhadap nyeri yaitu luas dan durasi respon terhadap stimulus nyeri di sumbernya dapat dimodifikasi, perubahan kimiawi dapat terjadi di dalam setiap neuron atau bahkan dapat menyebabkan perubahan pada karakteristik anatomi neuron-neuron di sepanjang jalur penghantar nyeri, dan pemanjangan stimulus dapat menyebabkan modulasi neurotransmitter yng mengendalikan arus informasi dari neuron ke reseptornya
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat.

Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam: 
• Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor. 
• Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf
• Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan. 
• Nyeri psikologik

Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri osteoneuromuskuler, yaitu :
Nociceptor mechanism. 
Nerve or root compression. 
Trauma ( deafferentation pain ). 
Inappropiate function in the control of muscle contraction. 
Psychosomatic mechanism.

Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.


 INTERPRETASI SKALA NYERI
Interpretasi skala nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri 
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskriptif
 

2) Skala identitas nyeri numerik
 

3) Skala analog visual
 
 

Keterangan :
0 :Tidak nyeri 
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi 
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).


Tekhnik-tekhnik mengurangi nyeri
a) Kompres hangat/dingin
b) Latihan nafas dalam
c) Musik
d) Aromatherapi
e) Reiki
f) Imajinasi terbimbing
g) Hipnosis
h) Relaksasi 


PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian

Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
Menetapkan data dasar 
Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
Menyeleksi terapi yang cocok
Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.

3.Karakteristik nyeri
a. Onset dan durasi 
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
b. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
c. Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Skala nyeri 
1.Kualitas 
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan. 
2.Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
3.Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
4.Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.
 

Diagnosa
Nyeri kronik berhubungan dengan
 proses keganasan
 jaringan parut
 control nyeri yang tidak adekuat
Cemas berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
Nyeri akut berhubungan dengan fraktur panggul
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan nyeri kronik
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri muskuloskeletal
Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan persepsi terhadap nyeri
Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang.
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri muskuloskeletal
Disfungsi seksual yang berhubungan dengan nyeri arthritis panggul
Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri punggung bagian bawah
Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan nyeri maligna kronik
Nyeri yang berhubungan dengan :
 Cedera fisik atau trauma
 Penurunan suplai darah ke jaringan
 Proses melahirkan normal

Perencanaan 
1. mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri
2. menggunakan berbagai tehnik noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang dialami
3. menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan analgesik sesuai dengan program yang ditentukan.
Implementasi
1. mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
 Ketidakpercayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan pada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
 Kesalahpahaman. Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.
 Ketakutan. Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri.
 Kelelahan. Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
 Kebosanan. Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik.
2. memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti : Tehnik latihan pengalihan
• menonton televisi
• berbincang-bincang dengan orang lain
• mendengarkan musik
Tehnik relaksasi
• menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara, menghembuskan secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
Stimulasi kulit
• menggosok dengan halus pada daerah nyeri
• mengggosok punggung
• menggunakan air hangat dan dingin
• memijat dengan air mengalir.
3. pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi, dan jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nonsteroid.
4. pemberian stimulator listrik , yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri engan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi: 
• Transcutanius Elecstrital Stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan beberapa elektrode di luar. 
• Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat sum-sum tulang belakang dan epidural yang diimplan di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke dalam kulit paa daerah epidural dan columna vertebrae.
• Stimulator collumna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraklavicula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum sum-sum tulang belakang.
Evaluasi keperawatan
 Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
 
KESIMPULAN
Nyeri mempengaruhi proses kenyaman di mana nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada seorang individu, karena nyeri merupakan sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
 
DAFTAR PUSTAKA

Price Anderson Sylvia,dkk.2006.Patofisiologi,Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Jakarta.Buku Kedokteran EGC
Potter A Patricia,dkk.2006.Fundamental Keperawatan.Jakarta.Buku kedokteran EGC
Carpenito-Moyet,Juall,Lynda.2007.Buku Saku Diagnosa keperawatan.Jakarta.Buku kedokteran EGC
H Alimul Aziz A.2006.Kebutuhan Dasar manusia.Jakarta.Salemba Medika
www.google.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar